Selama 304 Hari, Hakam dan Istri Genjot Sepeda dari Malang ke Kairo - Tabibitho Bicycle

2802704247
2802704247

KAIRO, KOMPAS.com – Ini adalah kisah nyata dari sepasang warga Indonesia yang mengarungi perjalanan ribuan kilometer, melintasi banyak negara, dan bahkan benua, hanya dengan mengayuh sepeda tandem.

Mereka adalah pasangan suami istri, Hakam Mabruri (35) dan Rofingatul Islamiah (35), yang menggenjot sepeda dari Kota Malang, Jawa Timur sejak 17 Desember 2016.

Pada Selasa 17 Oktober 2017 lalu, pasangan ini telah mencapai perbatasan MesirJordania, setelah bersepeda selama 304 hari.

Hakam Mabruri dan istri pada Minggu pagi (29/10/2017) menyempatkan diri mampir ke Kedutaan Besar RI Kairo, Mesir, dan bertemu dengan Duta Besar Helmy Fauzy serta seluruh staf KBRI Kairo.

Pada Minggu pagi itu, seluruh staf KBRI sedang melakukan kegiatan rutin olahraga bersama.

Baca juga : Bersepeda Sebabkan Disfungsi Ereksi?

Hakam dan Istri lantas didaulat untuk berbagi pengalaman tentang perjalanannya sejak dari Indonesia.

Setelah mencapai Kairo, Hakam Mabruri dan istri berencana akan mengelilingi Mesir selama dua minggu ke depan, sambil menunggu proses visa dari Arab Saudi.

Bagi Dubes Helmy Fauzy, hal ini merupakan pengalaman pertama menerima warga Indonesia yang bersepeda keliling dunia, apalagi dengan sepeda tandem suami-istri.

“Kegiatan seperti ini sangat positif dan membawa nama Indonesia sebagai salah bentuk diplomasi yang dapat dilakukan oleh warga Indonesia,” ujar Helmy Fauzy.

“KBRI Kairo akan memberikan bantuan dan dukungan yang dibutuhkan selama Hakam Mabruri dan istri berada di Mesir,” tambah Helmy Fauzi.

Berdasarkan penuturan Mabruri, perjalanan panjang yang dimulai dari kota Malang didasari semangat berpetualang.

Dia juga ingin menunjukkan kepada dunia tentang Islam Indonesia yang moderat dan membawa damai.

Bagi Hakam Mabruri, perjalanan kali ini merupakan yang pertama kalinya mengajak sang istri turut serta setelah sebelumnya dia melakukan beberapa petualangan dengan sepeda seorang diri.

Sedangkan bagi Rofingatul Islamiah, perjalanan ini adalah bentuk pengabdian istri mendampingi suami, sekaligus memperkuat sikap tawakal kepada yang Kuasa.

Bagi keduanya, perjalanan ini juga merupakan perjalan iman yang membawa misi Islam yang rahmatan lil ’alamin.

Rangkaian perjalanan panjang ini akan diakhiri dengan ibadah umrah di Mekkah, sebelum mereka kembali ke Tanah Air.

Kendala terbesar yang mereka hadapi selama perjalanan adalah perbedaan bahasa sebagai media komunikasi.

Hal itu terjadi ketika mereka melewati kota-kota kecil yang masyarakatnya jarang bisa berbahasa Inggris.

Apalagi, Hakam Mabruri mengaku kemampuan Bahasa Inggris amat terbatas. Dia menyebutnya dengan istilah “50:50”.

Myanmar

Hakam menyebut, salah satu pengalaman uniknya adalah pada saat harus berargumen dengan polisi perbatasan Myanmar.

Saat itu mereka tidak diperbolehkan memasuki wilayah Myanmar lewat jalur darat setelah melintasi Thailand.

Hakam Mabruri baru memahami peraturan harus memilliki visa jika ingin masuk wilayah Myanmar lewat jalur darat setelah menelpon KBRI Bangkok.

Setelah menerima penjelasan dari KBRI Bangkok, Hakam Mabruri dan Istri terpaksa harus kembali mengayuh sepeda sejauh 560 kilomter kembali ke Bangkok untuk mengurus visa.

Namun demikian, Hakam mengaku kendala komunikasi tersebut dapat diatasi dengan “bahasa hati”.

“Saya yakin semua manusia punya perasaan dan hati untuk mengerti semuanya,” ujar Hakam Mabruri.

Dengan berbekal “bahasa hati” dan bahasa inggris yang terbatas, Hakam Mabruri dan istri diterima dengan baik oleh banyak penduduk lokal yang ditemuinya selama perjalanan.

Mereka menerima banyak bantuan selama perjalanan dari penduduk, dalam bentuk penginapan gratis maupun makanan.

© 2015 Tabibitho.Com - Allright reserved
Scroll to Top